SAJAK MATAHARI
Oleh :
W.S. Rendra
W.S. Rendra
Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.
Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !
Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur
dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.
Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.
Matahri adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,
ya, umat manusia !
Puisi berjudul “Sajak Matahari” merupakan buah karya W.S.
Rendra seorang sastrawan bergelar Doktor Honoris Causa dan dijuluki “Burung
Merak”. Puisi ini ditulis pada 5 Maret 1976 di Yogyakarta.
Puisi “Sajak Matahari” merupakam puisi yang bertemakan
kemanusiaan. Kemanusiaan yang dimaksudkan lebih condong atau dominan ke arah
moral atau akhlak manusia. Isi dari puisi ini adalah menceritakan kejadian atau
peristiwa sekaligus masalah yang sedang marak terjadi di dunia tanpa ada yang
menyadarinya. Masalahnya adalah dunia yang mulai hancur karena ulah dan
keserakahan seorang penguasa yang ingin menguasai dunia dengan cara cara
kotornya. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kalimat pada larik puisi tersebut.
Larik “kakimu terbenam di dalam lumpur” yang dapat diartikan seorang wanita
yang terjebak di dalam kesengsaraan hidup dan sangat sulit untuk bangun karena
semakin ia bergerak ia semakin tenggelam dalam lumpur. Diksi “terbenam” di sini
memiliki makna terjebak. Sedangkan “lumpur” memiliki makna konotasi kotor,
rendah, dan gelap. Sedangkan makna lambang dari “lumpur” adalah kesengsaraan hidup
karena lumpur sangat terasa mengganggu saat mengenai kita. Imaji yang mucul
adalah penglihatan dan perabaan serta taktil. Sedangkan majas dari larik
tersebut adalah majas pleonasme.
Bukti berikutnya pada larik “dan di tengah sawah tuan tanah
menanammu” terdapat makna lambang dari menanam yang berarti pengaturan. Menanam
tanaman hanya dimanfaatkan hasil panennya. Ibarat rakyat yang dimanja dengan
fasilitas namun sebenarnya diperalat oleh tuan mereka yaitu para konglomerat.
Imaji yang muncul adalah imaji perasaan dan taktil.
Kemudian pada larik “satu juta lelaki gundul keluar dari
hutan belantara”, maksud dari larik tersebut adalah para pekerja atau buruh
laki-laki yang berprofesi sebagai penebang pohon di hutan baru saja selesai
melakukan perkerjaannya. Dilanjutkan dengan larik “mata mereka menyala”
maksudnya adalah hutan yang habis ditebang tadi mengakibatkan hilangnya
paru-paru dunia hilang dan dunia marah akan hal itu, kemarahannya seperti bara
yang membakar dunia.
Tipografi dalam puisi ini adalah bait yang disusun lurus
dalam satu bait tanpa ada aline-alineanya melambangkan bahwa peristiwa yang
terjadi pada puisi tersebut (perbudakanoleh para konglomerat) terus berlangsung
sepanjang masa meskipun zaman sudah berkembang.
Suasana dalam puisi ini adalah menyedihkan dan mengharukan.
Dapat dibuktikan dalaml arik “ kamu harap kan beras seperempat gantang”, “di
tengah sawah tuan tanah menanammu”, “kakimu terbenam di dalam lumpur”, dan
“tubuh mereka terbalut lumpur”. Larik-larik tersebut sangat menunjukkan betapa
menyedihkannya kehidupan seorang buruh yang selalu diperintah majikannya. Imaji
dalam larik-larik tersebut adalah taktil, perasaan, dan perabaan. Imaji
tersebut timbul dari kata konkret harapkan, menanammu, terbenam, terbalut.
Nada yang digunakan penulis pada puisi ini adalah
menasihati, mengingatkan, dan menyadarkan bahwa masyarakat telah diperalat oleh
para konglomerat yang terus berkuasa demi mencapai tujuannya tanpa mempedulikan
hak orang lain.
Dalam puisi ini terkandung
beberapa amanat. Amanat pertama adalah untuk penguasa atau para konglomerat.
Sebagai penguasa yang memiliki kedudukan dan kekayaan yang lebih dari lain,
harusnya jangan sewenang-wenang terhadap bawahan dan masyarakat lain. Juga
jangan serakah karena hidup hanya sementara pikirkan akhirat juga. Amanat yang
kedua adalah amanat bagi masyarakat yang sedang berada dalam kekuasaan Sang
Konglomerat. Sadarlah bahwa kalian hanya diperalat untuk mencapai kesenangan
mereka. Jangan hanya diam. Beranilah lepas dari genggaman mereka karena kalian punya
hak untuk “merdeka”. Dan sesungguhnya kalian punya kekuatan yang lebih dari
mereka yang masih kalian simpan di dalam diri kalian, jadi keluarkanlah
kekuatan tersebut. Biarkan kalian menentukan nasib kalian sendiri tanpa harus
mengkuti kemauan orang lain yang tidak mempedulikan kehidupan kalian.
OLEH:
- Aliya Hamida M.S (02)
- Nasywa Hanin Hanifah (17)
- Novitamara (18)
X MIPA-A/ SMAN 1 KEDIRI
2016/2017
1 Comments
Jawabn ndk jls
ReplyDelete